Pages

Guru, digugu lan ditiru?




        Hallo apakabar pembaca setia yang budiman? Akhirnya kita bisa bertatap layar kembali pada hari ini. Hari ini kita sehat semua bukan? Hari ini kita dalam keadaan senang seperti yang biasanya bukan? Tentunya ya, karena kita senantiasa mendapatkan rahmat dan hidayahNya sampai detik ini.
        Sahabat maya sekalaian, apa profesi kalian semua? Apa cita-cita kalian semua? Apakah seorang guru? Apakah ingin menjadi guru kah? Pernahkah kalian mendengar ungkapan begini, guru itu digugu lan ditiru. Tahu artinya tidak? Artinya ialah guru itu sebagai panutan dan sebagai contoh. Bagi siapa? Bagi murid-muridnya tentunya.
        Nah sekarang saya ingin tanya (lagi), pernahkah kalian atau teman kalian dimarahi oleh guru sewaktu sekolah karena tidak sesuai dengan yang guru itu perintahkan? Karena tidur sewaktu guru menerangkan bertele-tele? Karena asyik menggambar sendiri sewaktu guru ceramah berbusa-busa di depan kelas? Semua itu merupakan gambaran proses kegiatan belajar mengajar yang mungkin sering kita temui. Namun apakah sepantasnya guru tersebut marah kepada siswa?
        Telah lama para pakar dan praktisi pendidikan melakukan kajian sistematik guna memperbaiki sistem pendidikan nasional. Salah satunya ialah melihat potensi guru dalam kegiatan belajar mengajar. Guru merupakan salah satu komponen yang mendukung dalam pembelajaran. Fungsi guru sendiri ialah merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran. Sedangkan secara tegas tercantum dalam RPP Guru pasal 4 ayat (2) mengenai kompetensi guru yaitu kompetensi profesional, pedagogik, sosial, dan personal. Pada pasal 4 ayat (4) dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi (1) pemahaman wawasan atau  landasan pendidikan (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3) pengembangan kurikulum atau silabus, (4) perancangan pembelajaran dan lainnya.
        Pembaca yang budiman, sering kali justru banyak guru terlena dengan ungkapan digugu lan ditiru. Mereka menganggap bahwa siswa merupakan botol kosong yang harus diisi wawasan oleh gurunya. Padahal setiap siswa mempunyai pengalaman sendiri-sendiri yang merupakan modal wawasan. Akhirnya para guru pun lupa akan fungsi dan kompetensinya terhadap siswa. Mereka anggap bahwa guru lah satu-satunya panutan, sumber belajar. Sehingga bila ada murid yang mungkin sikapnya tidak sesuai dengan yang guru inginkan guru tersebut tidak terima.
        Lantas bagaimana dengan siswa tidur di kelas? Asyik menggambar sendiri saat pelajaran? Kita tinjau lagi kompetensi guru bagian perancangan pembelajaran. Jangan-jangan  guru tersebut menyampaikan pelajaran dengan metode yang membosankan. Jangan-jangan guru tersebut tidak memahami pemahaman wawasan peserta didik. Atau jangan-jangan guru tersebut tidak dapat meyalurkan kemampuan peserta didiknya dengan baik. Inilah sebenarnya yang kita perlu koreksi. Sejauh mana sih kualitas guru-guru kita? Apakah mereka benar-benar layak memfasilitasi siswa sebagai guru? Dapatkah mereka menyampaikan pembelajaran dengan cara inovatif sehingga tidak ada kebosanan di sisi murid?
        Sahabat maya sekalian, sebenarnya saya hanya berharap guru yang sebagai fasilitator benar-benar berkompetensi dan sesuai dengan ungkapan digugu lan ditiru. Karena guru sangat berpengaruh terhadap kualitas SDM bangsa dan akhirnya kemajuan bangsa. Dan semoga pendidikan di Indonesia semakin membaik. Akhir kata saya ucapkan selamat belajar untuk pembaca sekalian. Dari saya cukup sekian. Wassalam. (Burhan)