Memotivasi anak untuk belajar berbeda-beda menurut usianya. Di jenjang  SD, usia ini dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kelas rendah (kelas  1-3 SD) dan kelas atas (kelas 4-6 SD). Menurut Karmila Wardhana, S.Psi ., memiliki 
ciri khas yang berbeda.
ciri khas yang berbeda.
 KELAS 1-3 SD 
Anak-anak di kelas bawah masih menapaki masa transisi dari taman kanak-kanak yang aktivitas belajarnya dilakukan sambil bermain ke jenjang sekolah dasar yang formal. Maksudnya, mereka dituntut untuk banyak berada dalam dalam kelas dan duduk tenang memperhatikan penjelasan guru serta mengerjakan tugas-tugas.
Anak-anak di kelas bawah masih menapaki masa transisi dari taman kanak-kanak yang aktivitas belajarnya dilakukan sambil bermain ke jenjang sekolah dasar yang formal. Maksudnya, mereka dituntut untuk banyak berada dalam dalam kelas dan duduk tenang memperhatikan penjelasan guru serta mengerjakan tugas-tugas.
Tuntutan tersebut tentu saja menyulitkan karena sebenarnya  murid-murid kelas rendah masih dalam usia bermain. Sayangnya, banyak  orang tua, bahkan guru, melupakan ciri khas usia ini. “Anak kelas 1-2  belum bisa diharapkan duduk lama karena rentang perhatiannya maksimal  sekitar 15 menit. Jadi mereka bukan nakal kalau enggak bisa diam di  kelas.” 
Berkaitan dengan masa transisi ini pula, seperti dituturkan Mila, orang tua mesti peka dengan kemungkinan munculnya school phobia   pada anak. Pahamilah bahwa perubahan-perubahan dari TK ke SD sering membuat murid kelas rendah “ketakutan”. 
A
gar anak dapat melalui masa transisinya dengan mulus, orang tua dapat  membantu dengan memberikan motivasi belajar yang pas menurut ciri khas  anak usia kelas 1-3 SD atau kurang lebih 6-8 tahun. Inilah  pokok-pokoknya:  
 Belajar sambil bermain  
Pada prinsipnya hampir sama dengan cara belajar anak TK. Namun, untuk anak SD alihkan ke cara bermain yang lebih konstruktif. “Tolong ambilkan Bunda 2 cokelat, dong. Nah, di tangan Bunda sudah ada 1 cokelat. Bunda jadi punya berapa cokelat sekarang? Suasana belajar pun tak perlu harus serius. Jadi tak selalu harus belajar di belakang meja, bisa juga sambil tiduran di lantai, misalnya.
Pada prinsipnya hampir sama dengan cara belajar anak TK. Namun, untuk anak SD alihkan ke cara bermain yang lebih konstruktif. “Tolong ambilkan Bunda 2 cokelat, dong. Nah, di tangan Bunda sudah ada 1 cokelat. Bunda jadi punya berapa cokelat sekarang? Suasana belajar pun tak perlu harus serius. Jadi tak selalu harus belajar di belakang meja, bisa juga sambil tiduran di lantai, misalnya.
Manfaatkan PR  
Sampai saat ini Pekerjaan Rumah (PR) untuk murid kelas rendah masih  menjadi pro-kontra. Menurut Mila, selama tidak berlebihan, sebenarnya PR  banyak memberi manfaat. Salah satunya untuk mengulang sedikit pelajaran  yang sudah didapat anak di sekolah. Masalah timbul kalau anak sering  dijejali PR. Inilah yang sering menjadi beban bagi anak. 
 Beri dukungan  
Dukungan memang selalu diperlukan, terutama saat anak menghadapi masa-masa sulit di sekolah. Bentuknya bisa sangat sederhana, misalnya ketika anak memperoleh nilai buruk, kita tidak perlu menjatuhkan vonis bahwa ia bodoh atau pemalas.
Dukungan memang selalu diperlukan, terutama saat anak menghadapi masa-masa sulit di sekolah. Bentuknya bisa sangat sederhana, misalnya ketika anak memperoleh nilai buruk, kita tidak perlu menjatuhkan vonis bahwa ia bodoh atau pemalas.
Lebih baik, luangkan waktu untuk mendiskusikan masalah tersebut  dengan anak. “Sebagai awal, orang tua perlu mencari tahu perasaan anak  ketika memperoleh nilai 50. Apakah ia kecewa, sedih atau biasa-biasa  saja, karena jangan-jangan ia tidak mengerti bahwa nilai 50 itu berarti  kurang.” Lalu tetaplah beri dukungan. “Untuk hari ini enggak apa-apa  dapat 50. Kamu bisa dapat nilai yang lebih baik di ulangan berikutnya,  tapi kamu harus belajar.”
 Jadilah model yang baik  
Ini berarti orang tua jangan sampai terlihat santai saat anak sedang belajar. “Misalnya, ketika sedang mengerjakan PR anak melihat ibunya menonton televisi dan ayahnya tidur. Bisa-bisa anak merasa diperlakukan tidak adil. ‘Ih, ayah, kok, bisa tidur sedangkan aku harus belajar?" Akan lebih baik bila saat anak belajar, orang tua juga tampak “belajar”, seperti menemani anak sambil membaca koran atau buku. Dengan begitu anak akan mendapat panutan.
Ini berarti orang tua jangan sampai terlihat santai saat anak sedang belajar. “Misalnya, ketika sedang mengerjakan PR anak melihat ibunya menonton televisi dan ayahnya tidur. Bisa-bisa anak merasa diperlakukan tidak adil. ‘Ih, ayah, kok, bisa tidur sedangkan aku harus belajar?" Akan lebih baik bila saat anak belajar, orang tua juga tampak “belajar”, seperti menemani anak sambil membaca koran atau buku. Dengan begitu anak akan mendapat panutan.
 Tetapkan jam belajar 
Misalnya, dari jam 5 sampai 7 disepakati sebagai jadwal belajar anak. Namun, jadwal harus dibuat dengan mempertimbangkan jam sekolahnya. Berilah ia waktu untuk berisitirahat sebelum waktu belajar. Saat waktunya belajar, anak harus diberi pengertian bahwa rentang waktu itu harus diisi hanya untuk kegiatan belajar. Artinya ia tidak nonton teve, tidak mendengarkan radio, atau tidak bermain playstation.
Misalnya, dari jam 5 sampai 7 disepakati sebagai jadwal belajar anak. Namun, jadwal harus dibuat dengan mempertimbangkan jam sekolahnya. Berilah ia waktu untuk berisitirahat sebelum waktu belajar. Saat waktunya belajar, anak harus diberi pengertian bahwa rentang waktu itu harus diisi hanya untuk kegiatan belajar. Artinya ia tidak nonton teve, tidak mendengarkan radio, atau tidak bermain playstation.
 ANAK 4-6 SD 
Anak-anak SD kelas atas sebenarnya sudah diharapkan memiliki self learning regulation atau kesadaran untuk belajar sendiri. Jika pada anak kelas 1-3 SD, orang tua masih sangat terlibat dalam proses belajar anak, maka pada anak kelas 4-6 SD orang tua hanya jadi pendamping saja. Mereka sudah harus tahu apa yang mesti dikerjakan.
Anak-anak SD kelas atas sebenarnya sudah diharapkan memiliki self learning regulation atau kesadaran untuk belajar sendiri. Jika pada anak kelas 1-3 SD, orang tua masih sangat terlibat dalam proses belajar anak, maka pada anak kelas 4-6 SD orang tua hanya jadi pendamping saja. Mereka sudah harus tahu apa yang mesti dikerjakan.
Namun begitu, orang tua tetap perlu menumbuhkan motivasi belajarnya  agar tak kendur. Caranya, ingatlah bahwa salah satu ciri anak usia ini  adalah penggunaan logika yang sudah semakin mendalam. Orang tua perlu  memberikan alasan-alasan yang masuk akal tentang pentingnya belajar.  Berikut beberapa kiatnya: 
 Kaitkan dengan Hobinya 
Kalau hobi anak adalah menonton acara kuis di TV, orang tua bisa memberi komentar. “Dia bisa dapat menang dandapat hadiah mobil karena pintar. Wah, pasti dari kecil dia sudah senang belajar dan bisa mengatur waktu, deh!
Kalau hobi anak adalah menonton acara kuis di TV, orang tua bisa memberi komentar. “Dia bisa dapat menang dandapat hadiah mobil karena pintar. Wah, pasti dari kecil dia sudah senang belajar dan bisa mengatur waktu, deh!
 Ajak untuk Mmembuat Jadwal  
Pada usia ini biasanya anak mulai memiliki banyak kegiatan. Ada latihan basket, renang, jalan-jalan dengan teman, juga main games. Oleh karena itu, libatkan anak dalam pengaturan jadwal kegiatannya. Jelaskan bahwa anak boleh memiliki kegiatan apa pun, tapi belajar merupakan prioritas utama. Dengan diberi pengertian seperti itu dan dibiarkan mengatur jadwal sendiri, ia tidak akan merasa terpaksa. Jangan lupa, keterpaksaan hanya akan mengendurkan motivasi anak dalam belajar.
Pada usia ini biasanya anak mulai memiliki banyak kegiatan. Ada latihan basket, renang, jalan-jalan dengan teman, juga main games. Oleh karena itu, libatkan anak dalam pengaturan jadwal kegiatannya. Jelaskan bahwa anak boleh memiliki kegiatan apa pun, tapi belajar merupakan prioritas utama. Dengan diberi pengertian seperti itu dan dibiarkan mengatur jadwal sendiri, ia tidak akan merasa terpaksa. Jangan lupa, keterpaksaan hanya akan mengendurkan motivasi anak dalam belajar.
 Rencanakan Masa Depan 
Karena murid-murid kelas atas, terutama kelas 5 dan 6 sudah akan memasuki sekolah lanjutan, orang tua perlu mengajak anak untuk mengadakan rencana masa depan. “Kamu mau masuk SMP mana? Kira-kira di situ NEM-nya berapa, ya? Yuk kita mulai kejar dari sekarang supaya kamu bisa lolos ke sana!”
Karena murid-murid kelas atas, terutama kelas 5 dan 6 sudah akan memasuki sekolah lanjutan, orang tua perlu mengajak anak untuk mengadakan rencana masa depan. “Kamu mau masuk SMP mana? Kira-kira di situ NEM-nya berapa, ya? Yuk kita mulai kejar dari sekarang supaya kamu bisa lolos ke sana!”
Namun, Mila mengingatkan agar orang tua juga melihat kenyataan. Jika  harapan anak terlalu tinggi, maka harus didiskusikan. “Kalau orang tua  melihat anak akan sulit masuk ke salah satu sekolah favorit, ia perlu  diajak mencari alternatif. ‘Kalau enggak keterima di situ, kamu mau  masuk sekolah mana lagi?’ Namun tentunya orang tua tetap memotivasi anak  untuk belajar lebih baik.” 
Berdasarkan penelitian, anak-anak yang berhasil ternyata memiliki  pengaturan waktu yang baik, tertib mengikuti jadwal, dan disiplin dalam  belajar. Itu semua bisa didapat bila anak sudah memiliki self learning  regulation. 
 Namun ingat, selain memotivasi anak untuk belajar, orang tua juga  perlu memberinya waktu bermain. Jangan sampai tujuh hari dalam seminggu  diisi kegiatan belajar terus-menerus. “Mentang-mentang Senin-nya masuk  sekolah, Minggu pun diharuskan belajar. Lebih baik gunakan hari libur  sebagai playtime  untuk menghindari kebosanan anak akan belajar,” begitu Mila menekankan.
Sumber: http://www.kidnesia.com






