Film kartun sebagai media hiburan sampai sekarang masih mendapat  tempat di hati para pecinta atau penggemarnya. Penggemar film jenis ini  tidak memandang usia, meskipun film jenis ini kebanyakan untuk konsumsi  anak-anak. Ada juga film kartun untuk usia remaja dan dewasa. Yang  membedakan film kartun anak-anak dengan film kartun dewasa adalah pada  penokohan, tema cerita dan amanat/pesan.
Film yang sampai saat ini masih didominasi produsen Jepang dan  Amerika Serikat ini selain mengandung unsur hiburan juga mengandung  unsur pendidikan, meskipun kadang terselip unsur permusuhan dan  kekerasan. Dua hal yang senantiasa kita hindarkan pengaruhnya bagi  anak-anak.
Anak-anak sebagai konsumen terbesar film kartun jika kita biarkan  bebas biasanya saking cintanya pada film ini bahkan sampai melupakan  sebagian besar waktunya untuk belajar dan membantu bekerja. Jika kita  melarang mereka menonton sepertinya ini terlalu ekstrim. Yang lebih  memprihatinkan setelah usai menonton film ini mereka tidak dapat  menangkap pesan moral dari film tersebut, yang membekas di benak mereka  justru unsur negatifnya saja. Misalnya tokoh jagoannya, aksi pukul,  bicara kasar/keras, pertengkaran dan kekerasan lainnya yang dikemas  secara lucu dan menggelikan.Tak jarang mereka menirukan aksi-aksi tokoh  kartunnya.
Sebagai langkah bijaksana alangkah baiknya jika anak-anak kita  dampingi saat menyaksikan film kartun sambil kita jelaskan pesan-pesan  moral seperti : kejujuran, keteguhan, toleransi, kebijaksanaan,  kesabaran dan sebagainya. Dengan begitu selain film kartun sebagai media  hiburan dan tontonan namun juga sebagai tuntunan dan media pembelajaran  budi pekerti anak-anak kita di rumah.
2. Film Kartun Sebagai Media Pembelajaran di Sekolah
Di sekolah, guru yang berperan sebagi seorang pengajar dan pendidik  mempunyai peran dan fungsi starategis dalam menanamkan pengetahuan dan  akhlak/budi pekerti bagi para siswa. Di satu sisi ada harapan dan  mungkin tuntutan agar siswa nantinya menjadi manusia berilmu  (pandai,cerdas) namun di sisi lain yang lebih berat adalah agar siswa  nantinya menjadi manusia berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia  (akhlakul kharimah). Karena kalau manusia hanya cerdas saja tetapi tidak  berakhlak bisa-bisa nanti setelah dewasa akan menjadi penjahat rakyat,  koruptor, markus, dsb.
Saya memahami dan mengerti, bahwa seluruh guru sudah berkali-kali dan  tiada henti setiap hari selalu menasihati dan memberi contoh sikap dan  perilaku luhur kepada segenap siswa-siswinya. Dengan berbagai cara,  metode dan strategi diterapkan untuk mendidik siswa agar menjadi insan  berakhlak mulia. Namun jika siswa hanya diceramahi melulu setiap hari  tentu akan merasa bosan, jenuh, dan mungkin kebal. Maka pada kesempatan  ini saya akan menyampaikan gagasan film kartun sebagai media  pembelajaran di sekolah dalam rangka menanamkan sikap perilaku yang  terpuji, budi pekerti luhur dan akhlak mulia. Mata pelajaran yang  relevan yaitu PKn (Pendidikan Kewarganegaraan), Pendidikan Agama atau  Bahasa Indonesia.
Dengan menggunakan media film kartun diharapkan proses pembelajaran akan PAKEM, lebih menantang dan semakin bermakna. Relevansinya dengan postingan terdahulu tentang 11 Indikator PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan)  pada komponen pertama (Metode Pembelajaran) indikator pertama  yaitu  Kegiatan belajar siswa menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi.  Lalu pada komponen kedua (Pengelolaan Kelas) indikator pertama yaitu  Kegiatan belajar siswa bervariatif. Termasuk juga komponen kelima  (Sumber belajar dan alat bantu pembelajaran)  pada indikator pertama   yaitu Guru menggunakan berbagai sumber belajar.
Namun di sini saya tegaskan bahwa penggunaan media film kartun ini  bukan yang utama melainkan hanya sebagai selingan saja , sebagai  penambah motivasi belajar dan membawa angin segar suasana pembelajaran,  selain tentu saja penanaman nilai-nilai moral. Tidak semua film kartun  layak dijadikan sebagai media pembelajaran, maka kita atau pun guru  sudah seharusnya melakukan proses seleksi terlebih dahulu mana film yang  relevan dan layak dijadikan media pembelajaran.
3. Pesan-Pesan Moral Film Kartun
Setiap pembuatan film kartun selain mengedepankan unsur hiburan dan  bisnis, terdapat sisipan pesan moral dari penciptanya. Ada yang jelas  kelihatan, ada pula yang tersamar. Ada yang nilai kadarnya tinggi ada  pula yang hanya sedikit. Adapun pesan-pesan moral yang terdapat pada  film-film kartun di Indonesia antara lain : kejujuran, suka menolong,  ketegasan, percaya diri, pantang menyerah, santun, ksatria, dsb. Kita  tidak bisa menghindari unsure negatif film kartun (misalnya adanya  tokoh-tokoh jahat) tetapi paling tidak meminimalisir dan berusaha  menetralisir keadaan dengan penjelasan logis tentang prinsip  keseimbangan. Seperti istilah adanya Ying dan Yang,  ada baik ada buruk. Dua hal tang tak dapat terpisahkan. Beberapa contoh  film kartun yang sering ditonton dan disukai anak-anak dan mengandung  unsur mendidik budi pekerti, misalnya : Sponge Bob (persahabatan ), Dora  The Explorer (petualangan), Scoobe Doo (pemberantas kejahatan),  Avatar  The Legend (perjuangan dan kepahlawanan), Kungfu Panda dan lain-lain.
4. Pemanfaatan Film Kartun Sebagai Media Pembelajaran di Sekolah
Pra Pembelajaran
- Guru mempersiapkan alat-alat dan media pembelajaran seperti : computer/laptop, LCD Proyektor dan layar, serta film kartun pilihan.
- Guru menyiapkanLembar Kerja.
- Guru mengkondisikan siswa belajar dengan media baru (film kartun).
Contoh Langkah-langkah Pembelajarannya :
- Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
- Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok beranggotakan 3-4 anak.
- Guru memutarkan film kartun terpilih dan siswa menyaksikannya dengan seksama.
- Guru membagikan Lembar Kerja (berisi pertanyaan mengenai film kartun tersebut).
- Siswa berdiskusi mengerjakan LK secara kelompok.
- Setelah selesai, setiap kelompok menampilkan hasil diskusi/ LK di depan kelas secara bergiliran.
- Diskusi kelas dipimpin guru.
- Evaluasi.
- Refleksi dan Penutup.
Demikianlah, mudah-mudahan postingan ini dapat menambah khasanah  pembelajaran kita sehingga pembelajaran yang dirancang Bapak/Ibu Guru  dapat lebih bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus  menyenangkan.
Sumber: http://wyw1d.wordpress.com
